Saturday, June 11, 2016

Cara Mengetahui Nilai Taksir Tanah dan Bangunan (Appraisal)

pic by: cedar crest realty
Dalam proses pengajuan KPR di sebuah bank, ada dua aspek penting yang menjadi acuan di awal, yaitu;
Kemampuan Bayar (bonafitas usaha, status pekerjaan, besarnya gaji, history kredit/kolektbilitas-jika anda pernah memiliki kredit sebelumnya, dll) dan tak kalah penting lagi,
Nilai Properti (Agunan/jaminan). Artinya walaupun secara kemampuan bayar memenuhi kriteria, akan tetpi jika nilai properti rendah, maka bank tetap memberikan pencairan KPR dengan nilai yang disesuaikan dengan nilai Agunan.

Sebaliknya, jika nilai properti fantastis hingga milyaran rupiah, namun jika kemampuan bayar hanya sebatas ratusan juta rupiah saja, maka bank tetap akan mengacu pada Kemampuan Bayar. Dari berbagai dilema yang terjadi di lapangan, penulis menemukan banyak pertanyaan "kan nilai rumah/ruko saya sudah milyaran, dan saya hanya minta dua ratusan juta rupiah saja, jika macet silahkan jual/lelang aja agunan saya! kan bank untung?". Ya, wajar saja namun jawabannya adalah Tujuan bank memberikan kredit bukan pada berujung macet/pailit lalu bank menjual dengan harga tinggi/lelang untuk mencari untung. Melainkan bank bertujuan untuk mencari win-win profit, "Jika kredit nasabah lancar, nasabah terbantu dan jelasnya bank untung karena kembali modal dan mendapatkan bunga.."

Kembali ke pokok masalah, bagaimana menilai sebuah Properti yang akan dijaminkan di bank?.
Nah berikut cara sederhana, dengan menghitung mulai dari nilai tanah per meter dengan acuan NJOP pada PBB. Jika nilai NJOP Rp.10.000.000 per meter, anda cukup kalikan saja dengan luas tanah. Umumnya ini berlaku untuk penghitungan ketika ingin menjual/membeli rumah/ruko second. Misal sebuah rumah dua lantai dengan tipe/luas bangunan 168M2 berdiri diatas tanah dengan luas 100 M2.
Kita mulai dari menghitung Nilai Tanah, maka nilai NJOP Rp.10.000.000x100M2 = Rp. 1.000.000.000 (1M). 
Kemudian menghitung Nilai Bangunan per Meter, umumnya jika bangunan berkualitas sedang (tidak mewah) nilai per meter bisa berkisar antara Rp.2,5jt s.d. Rp.3jt. Katakan saja 3 juta, jika luas bangunan misalkan Lebar 6 meter, Panjang 14 Meter, dan 2 lantai, maka 6 x 14 x 2 = 168 M2. Jadi  Luas Bangunan 168 x Rp.3.000.000  = Rp.504.000.000. 

Maka Nilai Jual Dasar Properti adalah Total Harga Tanah + Total Harga Bangunan
Rp.1.000.000.000 + Rp.504.000.000 = Rp.1.504.000.000, ini adalah nilai dasar acuan harga jual properti. Kemudian ada beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi, tinggi atau bahkan rendahnya sebuah nilai pasar, antara lain;
  1. Jenis Bangunan, lihatlah pada IMB. Jika IMB berupa Ruko (bangunan juga berupa ruko) maka nilai dipastikan akan jauh lebih tinggi daripada IMB berupa Rumah Tinggal. 
  2. Letak Objek Bangunan, apakah jalanan tempat sebuah bangunan berdiri berada di pinggir jalan ataukah akses-nya jauh dari jalan utama (masuk gang). Letak Termasuk T-junction (tusuk sate) atau tidak, green belt (jalur hijau/taman kota), akses jalan lebih atau kurang dari 3,5 meter. 
  3. Fasilitas Sosial, ini sangat besar pengaruhnya. Terutama jika sebuah pusat keramaian seperti Mall, pusat grosir, kawasan perumahan elite dan sebagainya. Akan tetapi pengaruh nilai bisa saja menjadi rendah jika disekitar terdapat Kuburan, Tempat pembuangan sampah, permukiman kumuh, kanal kotor/bau, dll).  
  4. Kondisi Bangunan, ini terkait terawat atau tidaknya sebuah bangunan. Semakit terawat dan menggunakan material yang berkualitas, tentunya nilai akan semakin tinggi (nilai per meternya).
  5. Nilai Pembanding, anda dapat tanyakan ke beberapa tetangga anda setidaknya ke dua atau tiga tetangga yang sejenis, atau yang besarnya mendekati besaran bangunan/tanah anda. 
  6. Jual santai atau jual cepat. Faktor ini tentu kembali kepada anda, jika anda telah menemukan harga dengan cara sederhana diatas, maka apaka anda ingin jual cepat, jika iya tentu anda tidak menjual dengan harga yang terlalu tinggi.
Perlu diketahui, jika calon pembeli rumah anda membeli melalui Kpr bank, maka yang akan jadi acuan bank adalah penilaian apraisal dari team penilai yang telah bekerjasama dengan bank. Lembaga appraisal juga dikenal dengan istilah lembaga KJPP. Biasanya unuk bank BUMN team penilai tersebut merupakan lembaga survey yang berada / berdiri sendiri diluar manajemen perbankan. Jadi berapapun nilai jual yang akan anda tentukan, bank akan TETAP mengacu pada Hasil Penilaian / Appraisal dari KJPP tersebut.  

Sebagai pembeli / pemohon KPR pada umumnya akan mengharap nilai pencairan setinggi mungkin atau bahkan cash back, namun perlu diingat bahwa bank telah menentukan safety margin atau dalam dunia perbankan dikenal dengan istilah LTV (loan to value) yang artinya Maksimum Jumlah Pencairan dari nilai Appraisal, dan juga dimana LTV ini telah diatur oleh BI. (bank indonesia). Contohnya untuk bangunan yang berupa dan ber IMB Ruko, maka maksimum pencairan adalah 90% dari nilai Appraisal (berarti DP 10%). Namun  jika anda telah memiliki KPR I sebelumnya (yag masih berjalan), maka LTV menjadi 80% (DP 20%) dan jika anda telah memiliki dua KPR sebelumnya, maka maksimum LTV berikutnya adalah 70% (DP 30%). Jadi untuk mendapatkan peluang cash back sangatlah kecil, kecuali pihak penjual / pemilik properti sedang BU. alias butuh uang (cepat) "kepepet" dana..! dan ini sangat jarang kita temukan.
Demikian yang dapat saya bagi pada halaman ini, semoga bermanfaat. Silahkan berkomentar dan dikoreksi jika perlu. By Agus Darmaputra | @darmapotra





No comments:

Post a Comment

Visit Our Facebook